Sang Jubah Hitam

Malam sudah mulai beranjak untuk menjemput sang fajar. Kaki kecil dan lemah itu, masih saja terus melangkah. Menyusuri tepian sungai yang mengalir deras.

Mata itu terus menatap ke depan. Menembus gelapnya malam serta tebalnya kabut. Ada kilatan cahaya yang memancar kuat di matanya. Menuntun dia untuk selalu tetap berjalan pada alur di depan kakinya.

Ketika matahari sudah hampir bangkit, langkahnya berhenti sejenak. Senyumnya terlihat mengembang penuh arti. Dihampirinya tepian sungai, dan mulailah dia membasuh muka, tangan dan kakinya.

Hening serasa merasuk dalam sanubari, saat lantunan suci seirama dengan gerak jasadnya. Bait-bait itu…terus meluncur dan memenuhi angkasa jiwanya. Dia hanyut dan lebur dalam kenyataan wujud semesta. Kecil..dan terus semakin mengecil, sampai tak lagi tersisa bagian dari dirinya.

Entah berapa lama waktu yang dia habiskan di tepian sungai itu. Dia tak pernah berpikir untuk menghitung serta menimbangnya. Yang dia tahu hanyalah…memenuhi jiwanya yang haus akan kesejatian.

Kehidupan terus berlalu, namun cerita dan kenangan sejarah tak pernah bisa lepas darinya. Kemana pun dia pergi, selalu menebar aroma keindahan akhlak budi pekerti. Dia juga telah menjadi simbol bagi masyarakat di belahan bumi ini. Dia…yang selalu memberi pencerah bagi hati dan jiwa-jiwa yang penuh dengan kekosongan. Jiwa yang selalu merana dan tak tentu arah serta tujuannya.

Dari tangannya ditebarkan tongkat petunjuk dan tasbih penyempurnaan. Memberi pesan untuk selalu berwelas asih terhadap sesama. Yaa…terhadap seluruh insan dan makhluk di alam ini, tanpa membeda-bedakan asal-usul dan derajatnya.

Aku selalu menyebutnya dengan panggilan…Sang Jubah Hitam.
Salam hadir…
Salam hormat…
Semoga engkau berkenan dengan apa yang aku goreskan ini….